25 September 2010

Yulianus Rettoblaut SH, Waria Lulusan Universitas At Tahiriyah

17 Tahun di Taman Lawang, Kini Merintis Jadi Pengacara



Komunitas transgender alias kaum waria masih dipandang sebelah mata di Indonesia. Hinaan, cacian, dan pengucilan adalah ''makanan'' mereka sehari-hari. Yulianus Rettoblaut, waria yang baru lulus dari Fakultas Hukum Universitas Islam At Tahiriyah, Jakarta, ingin ubah pandangan itu.

Mencari rumah sekaligus salon milik Yuli -panggilan akrab Yulianus Rettoblaut- tidak sulit. Meski berada di tengah permukiman padat penduduk di kawasan Meruyung, Depok, Jawa Barat, salon Yuli cukup terkenal. Lokasinya sekitar 200 meter timur masjid berkubah emas Dian Al Mashri yang kondang karena menjadi objek wisata religi.

''Cari salon Mbak Yuli ya, masuk saja gang golf itu, terus belok kiri,'' ujar seorang ibu di depan kompleks masjid saat Jawa Pos menanyakan arah jalan salon Yuli.

Satu jam menjelang ibadah salat Jumat (14/8), suasana salon dengan delapan meja rias itu sepi. Tidak ada satu pun pelanggan yang datang. Yuli ditemani dua rekannya sedang santai di ruang kecil samping salon. Mengenakan baju merah dengan riasan muka tebal, dia menyambut ramah. ''Ayo, ayo masuk. Susah nggak tadi cari alamatnya,'' tanya Yuli.

Rumah sekaligus salon milik Yuli itu sehari-hari juga menjadi markas besar Forum Komunikasi Waria Indonesia (FKWI). Yuli adalah ketua umum FKWI. ''Aku sedang mengumpulkan data teman-teman (waria) di Jakarta,'' katanya menjelaskan kesibukannya di depan komputer.

Ada dua perangkat komputer di kantor FKWI. Di dindingnya dipajang foto-foto Yuli dan aktivitas FKWI. Di antarannya, saat Yuli diwisuda sebagai sarjana hukum Universitas At Tahiriyah, Jakarta.

''Kalau siang begini, salon sepi. Tapi, kalau malam atau akhir pecan, rumah saya ramai,'' ujarnya.

Dalam beraktivitas di salon maupun di sekretariat FKWI, Yuli didampingi tiga staf. Ketiganya juga waria. Tapi, Yuli membuka diri bila ada waria lain yang ingin menumpang tinggal di rumahnya.

Yuli bercerita, dirinya membangun rumah itu bersama teman-temannya dari nol. ''Sejak masih tanah kosong,'' tutur dia.

Awalnya, dia kesulitan mencari rumah yang bisa dipakai untuk tempat kumpul-kumpul komunitas waria. ''Sebab, masyarakat masih menganggap kami ini sampah atau pembawa malapetaka,'' katanya.

Beruntung, dibantu beberapa LSM peduli hak asasi manusia dan komunitas gereja, Yuli cs berhasil membeli tanah di Depok itu pada Februari 2009. Pelan-pelan mereka mencari dana untuk membangun rumah singgah itu. ''Ada yang menari, ada yang menyanyi, ada yang rias salon. Kami ini kan punya bakat macam-macam. Dari usaha itulah, sedikit demi sedikit terkumpul uang,'' katanya.

Akhirnya, rumah seluas 144 m2 itu pun bisa terwujud. ''Bahkan, kami berencana membuat bangunan bertingkat nanti,'' imbuh dia.

Di lokasi itu, Yuli cs tidak mendapatkan penolakan dari warga setempat. Bahkan, kata waria asal Papua itu, tak jarang ibu-ibu sekitar meminjam ruang di rumah singgah tersebut untuk keperluan arisan.

''Kami juga menggelar bakti sosial di waktu-waktu tertentu, seperti saat hari raya atau 17 Agustus,'' katanya.

Sebagai sarjana hukum, Yuli menginginkan kaumnya bangkit dari ketidakadilan dan cemoohan. Caranya, memberdayakan diri masing-masing.

Untuk itu, Yuli terus berupaya meraih jalan menuju kebangkitan itu. Selain menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Islam At Tahiriyah, Jakarta, dia mencoba ikut seleksi calon anggota Komnas HAM pada 2007. Dia lolos seleksi awal. Namun, di tingkat fit and proper test di DPR, dia tidak berhasil masuk kualifikasi.

''Saya gagal menjadi anggota Komnas HAM karena waria dianggap belum saatnya menjadi pejabat publik. Terutama oleh kalangan agamis,'' katanya.

Gemas dengan fakta itu, dia lalu mendaftar kuliah di Universitas At Tahiriyah yang kampusnya beralamat di Jalan Kampung Melayu III, Bukit Duri, Jakarta Selatan. Yuli pun lulus dengan predikat cum laude dan diwisuda pada 31 Juli 2010.

''Awalnya saya ragu mau masuk. Sebab, itu kan universitas Islam. Tapi, setelah masuk, ternyata mereka semua baik dan ramah. Saya diterima dengan dandanan sebagai waria,'' katanya.

Selama kuliah, Yuli merasa tidak pernah mendapatkan perlakuan diskriminasi. Bahkan, Rektor Universitas At Tahiriyah Dr Suryani Thaher justru menganggap leberadaan Yuli sebagai mahasiswa kampus itu merupakan berkah. ''Gara-gara kamu, At Tahiriyah terkenal di mana-mana lho, Yul,'' kenang Yuli menirukan komentar rektor kampusnya.

Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas At Tahiriyah Hamdan SH MSi memuji sikap gigih Yuli dalam belajar. ''Dia cepat paham dan menguasai perkuliahan,'' kata Hamdan saat dikonfirmasi secara terpisah.

Skripsi Yuli berjudul Hak Kerja Kelompok Minoritas dan Perda DKI Jakarta pun berhasil dipertahankan dalam ujian dan mendapat nilai A. ''Kami senang bisa mempunyai alumnus seperti Yuli,'' kata Hamdan.

Yuli berasal dari suku pedalaman Asmat di Papua. Dia lahir pada 30 April 1961 sebagai anak ketujuh di antara sebelas bersaudara pasangan mendiang Petrus Rettoblaut-Paskalina Hurulean. Di desa kelahirannya, Yuli mengenyam pendidikan SD dan SMP dalam kondisi yang serba terbatas. Menginjak bangku SMA, barulah Yuli mengenal kehidupaan yang lebih kompleks di Kabupaten Merauke.

Selepas SMA, tepatnya pada 1978, Yuli memberanikan diri merantau ke Jakarta. ''Saya merasakan ada panggilan jiwa sebagai wanita,'' ujar Yuli.

Dia kuliah hingga semester IV di sebuah universitas swasta di Jakarta Selatan sebelum dropout karena dikhianati ''sang kekasih'' pada 1984.

Seperti patah hati, gairah hidup Yuli saat itu langsung ikut drop. Bahkan, kehidupannya menjadi tidak keruan. Dia makin nekat dan turun ke jalan menjajakan diri. ''Hampir 17 tahun saya mangkal sebagai PSK,'' katanya berterus terang.

Lokasi rutin dia mangkal itu di kawasan Taman Lawang, Jakarta Pusat, dan kawasan Prapanca, Jakarta Selatan.

''Saya dikenal orang karena badan saya paling besar dan paling hitam,'' paparnya, lantas tertawa.

Lantaran badannya yang kekar itu, Yuli juga ditakuti orang-orang yang mengisengi dirinya maupun kawan-kawannya sesama waria. ''Saya tidak mau waria dilecehkan orang. Kalau ada waria diperlakukan kurang ajar, saya siap mengajak duel orang itu,'' ujarnya.

''Saya nekat seperti ini karena saya sudah tidak punya siapa-siapa,'' tambah dia.

Akhirnya, sekitar 1996, jalan terang datang ke hati Yuli. ''Saya merenung, tidak mungkin seperti ini terus di jalanan hingga tua. Kalau bukan dari diri sendiri, siapa lagi yang akan mengubah diri kita,'' ujarnya.

Dia lantas memilih Gereja Stefanus, Cilandak, Jakarta Selatan, sebagai tempat beraktivitas. Sebelum memimpin FKWI, Yuli menjadi ketua Muda Mudi Katolik dan ketua Forum Komunikasi Waria Jakarta Selatan. ''Sejak mendapat pencerahan itu, hati saya tenang. Gairah hidup saya menyala lagi.''

Kini Yuli sedang menempuh S-2 ilmu hukum pidana di Unitama, Jagakarsa, Jakarta Selatan. ''Saya juga sedang ambil sertifikasi pengacara di Peradi. Saya ingin membela hak-hak kaum saya,'' katanya.

Bahkan, tawaran beasiswa S-3 dari negeri Belanda sudah siap diambil. ''Pokoknya, sampai waria merdeka dari penindasan, saya akan terus berjuang,'' katanya disambut komentar rekan-rekannya.
-------------------------
RIDLWAN HABIB, Depok
-------------------------

Sumber :
http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=151630

12 September 2010

Cerita Sukses Rudi Salim, Pengusaha Muda di Dunia Maya

Sempat Tak Disapa Ibu, Kini Punya Cabang di 8 Kota

Umur 23 punya bisnis beromzet lebih dari Rp 1,3 miliar sebulan. Itulah yang kini dilakoni Rudi Salim. Pria lulusan SMA tersebut menekuni bisnis yang penuh risiko. Yakni, membiayai kredit untuk transaksi online.

RUDI Salim terlihat tengah berkutat dengan laptopnya saat ditemui di balkon lantai tiga kantornya di sebuah ruko kawasan elite di Jakarta Utara pekan lalu. Dia menyatakan lebih senang bekerja di balkon sambil mengamati keadaan sekitar kantornya.

''Di sini banyak sumber inspirasi yang berseliweran,'' katanya. Tak lama berselang, sekretarisnya datang menyuguhkan minuman.

Semua kendali manajemen perusahaan dan urusan sepele dia lakukan tanpa suara melalui media internet. Termasuk, mengendalikan karyawannya di luar kota. Ada delapan cabang di luar kota dengan 32 karyawan dengan omzet lebih dari Rp 1,3 miliar sebulan.

Usaha penghobi game online tersebut hanya mengandalkan website dan thread atau lapak di www.kaskus.us dengan tampilan sederhana berupa tawaran kredit kepada siapa saja yang bertransaksi jual beli via online.

''Sangat efektif kan. Tapi, saya membangun semua ini dari nol dengan modal menjual mobil pemberian orang tua,'' jelas owner PT Excel Trade Indonesia tersebut.

Pria yang pernah mencicipi bangku kuliah di fakultas kedokteran sebuah perguruan tinggi Jakarta selama dua semester itu menjelaskan, usaha tersebut dimulai dengan kenekatan dirinya membiayai transaksi jual beli di dunia maya (online) tanpa berjumpa dan kenal orang sebelumnya.

Saat bisnis tersebut dirintis, orang tuanya sempat menentang keras. ''Terutama ibu saya. Sebab, saya putus sekolah dan menjual mobil serta melego salah satu usaha karaoke milik keluarga. Bahkan, ibu sempat bilang tak mau bertemu saya sebelum saya sukses,'' kenang pria kelahiran Jakarta 24 April 1987 tersebut.

Uniknya, kata Rudi, inspirasi bisnisnya tersebut justru bukan dari dunia online. Tapi, dari perbincangan dirinya dengan temannya yang bekerja di salah satu toko elektronik besar berjaringan nasional yang menyediakan pembiayaan untuk pembelian barang elektronik dari customer. Dari perbincangan tersebut, dia melihat potensi yang masih sangat besar dari bisnis pembiayaan pembelian barang kredit, terutama di dunia online.

Tapi, bisnis Rudi tak langsung mulus dan lancar. Karena minimnya pengalaman, dia berkali-kali ditipu orang. ''Awalnya, survei saya hanya melalui telepon berdasar aplikasi dan data yang dikirimkan melalui e-mail kepada calon debitor ke kantor dan rumah calon debitor,'' terang anak ketiga di antara tiga bersaudara itu.

Benar saja, permintaan pembiayaan kredit barang naik diikuti naiknya permintaan kredit bodong alias penipuan. Pada awal usahanya didirikan, sudah ada 60 aplikasi yang masuk dari nasabah di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Tapi, di antara aplikasi-aplikasi yang diajukan untuk dibiayai transaksinya kepada perusahaan Rudi, tak sedikit yang bermasalah. ''Karena itu, saya selalu cek aplikasi kredit itu sendiri,'' ujarnya.

Awalnya, kenekatannya dalam berbisnis penuh risiko tersebut dimanfaatkan orang-orang tidak bertanggung jawab. Beberapa orang sengaja membuat identitas palsu untuk mengibuli Rudi. Bahkan dia sempat ditipu sindikat pemalsu kartu kredit dan menderita kerugian hingga Rp 15 juta.

Kala itu, ada seorang ibu yang mengajukan aplikasi online untuk membeli laptop dengan kredit senilai Rp 10 juta. Semua data cocok, termasuk saat pengecekan dengan menelepon kantor tempat debitor tersebut bekerja di salah satu BUMN. ''Dia sempat membayar empat kali cicilan dan selalu tepat waktu,'' cerita dia.

Rudi pun percaya kepada ''nasabah''-nya tersebut. Karena itu, ketika si ibu kembali mengambil kredit untuk barang yang sama, dia tidak berkeberatan untuk membiayai. ''Tak saya sangka, ternyata sejak itu dia menghilang. Kredit laptop keduanya tak dibayar, juga cicilan laptop pertama. Saya kena tipu mentah-mentah,'' ujarnya.

Saat Rudi mendatangi kantor si ''nasabah'', orang yang namanya sama dengan nama si ibu tersebut ternyata tidak tahu apa-apa soal kredit laptop itu. ''Tampaknya, orang yang saya temui itu namanya dicatut si penipu,'' imbuhnya.

Dari berbagai pengalaman menjengkelkan tersebut, Rudi kemudian banyak memperbaiki sistem pengucuran kredit perusahaannya. Dia lalu merekrut beberapa orang yang bertugas menyurvei langsung di lapangan.

''Kini sebelum bisa menyetujui kredit nasabah, kami menyurvei secara ketat. Setelah barang ada, orang tersebut menandatangani perjanjian dan difoto bersama barangnya,'' jelasnya.

Sejak sistem baru diterapkan, Rudi jarang kena tipu lagi. Bahkan, banyak pelanggan yang merasa puas atas pelayanan yang aman dan nyaman yang diberikan perusahaan Rudi.

Dalam waktu cepat, nama perusahaan Rudi melejit, terutama di berbagai forum jual beli secara online. Tanpa harus mengeluarkan biaya promosi, publikasi atas perusahaan itu cepat menyebar di banyak forum diskusi di dunia maya maupun dari mulut ke mulut yang pernah merasakan kemudahan layanannya.

Begitu banyaknya permintaan klien dari luar kota membuat Rudi kembali memutar otak untuk meraup peluang tersebut. Dia kemudian menggandeng beberapa moderator daerah di www.kaskus.us untuk menjadi surveyor. Karena itu, Rudi lalu membuka cabang di delapan kota di luar Jabotabek.

''Kecil kemungkinan para moderator bermasalah karena mereka juga menjaga reputasinya di dunia maya. Sebab, mereka juga berjualan di forum tersebut,'' tegasnya.

Kini, dia mengembangkan usahanya dengan mulai membiayai permintaan kredit dari para debitor di bawah usia 17 tahun dengan jaminan orang tuanya. Yang menarik, sekitar 85 persen permintaan pembiayaan kredit yang diajukan kepada dirinya, belakangan ini, adalah untuk pembelian BlackBerry dan handphone (HP).

''Sekarang, saya bersiap untuk ekspansi ke bisnis lain,'' tuturnya mantap.
---------------------------------------
LUCKY NUR HIDAYAT, Jakarta
---------------------------------------

sumber :
http://www.jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=151486

4 September 2010

Universitas Indonesia Bangun Perpustakaan Raksasa yang Ramah Lingkungan

Beratap Rumput Hidup, Bisa Tampung 10 Ribu Pengunjung

Indonesia akan memiliki landmark baru. Yakni, berupa perpustakaan ramah lingkungan di kampus Universitas Indonesia (UI) Depok. Pertengahan November nanti perpustakaan seluas tiga hektare itu siap beroperasi untuk umum.

ZULHAM MUBARAK, Depok

SEBUAH crane setinggi sekitar 75 meter beroperasi di atas gundukan tanah menyerupai bukit di kompleks kampus UI Depok. Bagai tangan mekanis raksasa, alat berat itu memindahkan bahan bangunan kepada para pekerja yang bersiap di punggung bukit yang ditanami rumput hijau tersebut. Di atas bukit rerumputan itu tampak menjulang lima bangunan berbentuk seperti cerobong asap berwarna abu-abu.

Dari jauh, bangunan itu tampak seperti batuan kali yang disusun di atas bukit. Namun, ketika didekati, ternyata bukit hijau tempat para pekerja berdiri itu menyatu dengan bangunan mirip cerobong yang berdiri di atasnya. Di balik gundukan rerumputan hijau yang menjulang hingga beberapa ratus meter itu terdapat ruangan-ruangan kosong yang disiapkan sebagai ruang utama perpustakaan UI.

''Punggung bangunan itu kami timbun tanah dan ditanami rerumputan untuk mendinginkan suhu ruangan di dalamnya. Saat ini sudah 90 persen selesai,'' ujar Prof Emirhadi Suganda, penanggung jawab teknik pembangunan perpustakaan UI Depok, ketika mengantarkan Jawa Pos berkeliling lokasi tersebut.

Perpustakaan UI yang dikerjakan sejak Juni 2009 itu dirancang sebagai gedung ramah lingkungan (eco friendly) terbesar di dunia. Luas bangunan keseluruhan 30 ribu meter persegi dan merupakan pengembangan dari perpustakaan pusat yang dibangun pada 1986-1987. Bangunan itu berdiri atas sokongan dana pemerintah dan kalangan industri dengan anggaran sekitar Rp 110 miliar.

Prof Emirhadi mengatakan, gedung perpustakaan tersebut dirancang dengan konsep sustainable building bahwa kebutuhan energi menggunakan sumber terbarukan, yakni energi matahari (solar energy). Selain itu, di dalam gedung pengunjung dan pegawai tidak boleh membawa tas plastik untuk wadah. Area bangunan ramah lingkungan itu bebas asap rokok, hemat listrik, air, dan kertas.

Walaupun 60 persen bangunan tersebut ditimbun lapisan tanah dan rumput, ketika Jawa Pos berkeliling di dalam gedung, kondisi ruangan tidak gelap. Sebab, di antara punggung rerumputan itu terdapat jaringan-jaringan selokan yang di sampingnya terdapat kaca tebal bening selebar 50 sentimeter. Selokan itu untuk mengalirkan air hujan ke tanah resapan, sedangkan fungsi kaca sebagai sistem pencahayaan.

''Punggung rumput ini mereduksi fungsi alat pendingin udara sampai 15 persen,'' ujar guru besar yang juga menjabat sekretaris Tim Penataan Lingkungan Kampus (TPLK) UI tersebut.

Desain awal perpustakaan itu diperoleh dari sayembara yang dimenangkan PT Daya Cipta Mandiri (DCM) dan mengambil tema Morpheus. Modelnya menghadirkan bangunan masa depan dengan mengambil sisi danau sebagai orientasi perancangan. Penggunaan bukit buatan sebagai potensi pemanfaatan atap untuk fungsi penghijauan. Sedangkan pencahayaan alam dilakukan dengan melalui beberapa skylight.

Interior bangunannya didesain terbuka dan menyambung antara satu ruang dan ruang yang lain melalui sistem void. Dengan begitu, penggunaan sirkulasi udara alam menjadi maksimal. Penggunaan energi matahari dilakukan melalui solar cell yang dipasang di atap bangunan.

Prof Emirhadi menjelaskan, untuk memenuhi standar ramah lingkungan, bangunan juga dilengkapi dengan sistem pengolahan limbah. Karena itu, air buangan toilet dapat digunakan untuk menyiram di punggung bangunan. Tentunya, setelah diproses melalui pengolahan limbah atau sewage treatment plant (STP).

Finishing eksterior bangunan tersebut mengunakan batu alam andesit, sedangkan interiornya memakai batu palimanan Palemo. Kedua bahan bangunan itu bersifat bebas pemeliharaan (maintenance free) dan tidak perlu dicat. ''Batuannya kami ambil dari Sukabumi,'' ujar Emirhadi.

Rencananya, ruang perpustakaan pusat UI terdiri atas delapan lantai. Lantai dasar berisi pusat kegiatan dan bisnis mahasiswa yang terdiri atas toko buku, toko cendera mata, ruang internet, serta ruang musik dan TV. Ada juga restoran dan kafe, pusat kebugaran, ruang pertemuan, ruang pameran, dan bank.

Lantai 2 hingga 6 akan dilengkapi fasilitas seperti ruang tamu, ruang pelayanan umum dan koleksi, ruang baca, ruang teknologi informasi, serta unit pelayanan teknis. Sedangkan di lantai 7 terdapat ruang sidang dan ruang diskusi. Gedung perpustakaan juga dilengkapi plaza dan ruang pertemuan yang menjorok ke danau.

Deputi Sekretariat Pimpinan UI Devie Rahmawati menambahkan, perpustakaan pusat UI mampu menampung sekitar 10 ribu pengunjung dalam waktu bersamaan. Selain itu, perpusataan tersebut akan memajang 3-5 juta judul buku. Saat ini perpustakaan pusat UI memiliki koleksi 1,5-2 juta buku dan sisanya akan dipenuhi dari perpustakaan yang tersebar di fakultas-fakultas. ''Mayoritas adalah buku S-1 dan buku-buku umum,'' kata dia.

Selain itu, perpustakaan tersebut dilengkapi sistem teknologi informasi mutakhir sehingga memungkinkan pengunjung leluasa menikmati sumber informasi elektronik seperti e-book, e-journal, dan lain-lain.

Perpustakaan yang segera beroperasi itu memang menonjol jika dibandingkan dengan bangunan lain di kompleks kampus UI Depok yang berdiri areal 312 hektare tersebut. Perpaduan gaya arsitektur unik serta lokasi perpustakaan di tepi Danau Kenanga UI membuat bangunan berwarna dasar abu-abu itu terlihat mencolok.

Untuk melengkapi desain ramah lingkungan, sejumlah pohon besar berusia 30 tahunan berdiameter lebih dari 100 sentimeter sengaja tidak ditebang saat pembangunan gedung itu. Keindahan menjadi lengkap karena gedung itu mengeksplorasi secara maksimal keindahan tepi danau yang asri, sejuk, dan, teduh.

''Keunikan yang lain, nanti terdapat berbagai huruf aksara dari seluruh dunia yang akan ditulis di kaca gedung sebagai dinding,'' ujar Devie berpromosi.

Secara spesifik, perpustakaan itu memang dibangun untuk mengangkat nama Indonesia di dunia internasional. Alasan yang paling utama karena UI menjadi satu-satunya universitas di dunia yang mencantumkan nama bangsa. Karena itu, diharapkan pada masa depan bangunan itu akan menjadi salah satu ciri fisik Indonesia di dunia internasional.

''Harapannya, bangunan ikon ini dapat mengembalikan kiblat pembangunan bangsa kepada pendidikan dan keilmuan. Sebab, ilmu adalah muara segala persoalan bangsa Indonesia saat ini,'' tutur Devie.

sumber :
http://jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=152393